Gadis Alam Lain (Versi Asmat) | Cerita Rakyat Papua

GADIS ALAM LAIN-DUSUN SAGU
(Versi Asmat)


Sungai Unir merupakan tempat bersejarah bagi orang Asmat, khususnya bagi mereka yang lahir dan dibesarkan dengan budaya Asmat. Dari sungai inilah terdapat satu tempat yang lebih di kenal dengan teluk Flaminggo. Di lokasi ini terdapat kampung-kampung yang subur; daerahnya berlumpur dam berawa, dengan humus-humus membuat tumbuhan nipa hidup sepanjang tepian sungai dengan alami.

Konon di antara kampung-kampung itu ada suatu tempat yang di keramatkan oleh masyarakat setempat, yakni dusun rawa sagu. Pada zaman dahulu dusun ini merupakan tempat permainan para gadis yang hidup diantara dua alam, karena lokasinya di tengah-tengah hutan belantara sehingga tidak ada orang yang menginjakkan kakinya di dusun tersebut. Apalagi di lokasi ini banyak binatang buas serta rotan yang berduri. Di antara kampung-kampung ada satu keluarga yang hidup di tepi sungai Unir. Keluarga terdiri dari tiga orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan, serta kedua orang tuanya. Dari kelima anak tersebut, empat diantaranya sudah kawin, sehingga tinggal satu orang anak yang belum berkeluarga yaitu anak yang paling bungsu. Anak yang bungsu ini bernama “Sosok Beworpits”.

Dalam hidupnya, anak yang paling bungsu selalu patuh terhadap orang tua. Sehingga nasehat demi nasehat selalu di dengar dengan baik. Kedua orang tua dalam memberikan nasahat selalu di bubuhi  dengan cerita-cerita, yang salah satu diantaranya adalah cerita kehidupan alam keramat yang terjadi pada dusun rawa sagu. Disampaikannya bahwa sampai sekarang belum ada yang menginjakkan kakinya (manusia), sebab tempat itu jauh dari jangkauan kehidupan manusia dan selalu menghilang tanpa jejaknya jika dicari, kecuali menggunakan ramuan-ramuan tradisional.

Ketika tumbuh dewasa, “Sosok Beworpits” lebih menyukai berburu dari pada menangkap ikan, sehingga tiada hari tanpa berburu adalah hal yang wajar baginya. Suatu ketika tepatnya pada malam hari ia tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya ia bertemu dengan seorang gadis yang amat cantik, bernama “Kowor”, gadis itu selalu berjanji untuk menemuinya kembali. Hal ini membuat “Sosok Beworpits” menjadi penasaran sehingga pada malam berikutnya ia tidak berburu, namun tambah bermain ke rumah temannya yang berada di tengah-tengah kampung. Ketika ia hendak pulang, di perjalannya ia di hadang oleh pacar dan diminta untuk mengantarkan pulang ke rumah sang pacar. Begitu sampai di rumah, sanak-saudaranya tidak menerima baik bahkan mereka menghida kehidupan keluarga “Sosok Beworpits”, karena tidak rela menjalin kasih dengan anak orang miskin.

Atas hinaan keluarga kekasihnya, “Sosok Beworpits” tidur di kakak iparnya. Namun sebelum tidur ia menyiapkan bekal untuk menuju ketempat keramat dengan harapan dapat melihat dusun rawa sagu. Mulai dari sagu, ulat sagu, panah, tulang kaswari, perahu dayung, dan yang tidak ketinggalan lagi adalah ramuan yang akan digunakan untuk menebus lokasi yang berupa katem (jenis akar kayu), towar sinim (buah hutan), aseneth (dedaunan), dan towe (dedaunan), ramuan-ramuan ini di tumbuk dan dikemas sehingga ketika pada tempat dimaksud langsung dapat digunakan.

Dengan penuh percaya diri bahwa ia akan bertemu dengan para Bika Cepes (gadis alam keramat), akhirnya “Sosok Beworpits” pun sampai pada “Zha Cepes” (dusun para Bika Cepes) juga. Sebelum matahari terbit, ia mulai menggunakan ramuannya dan ternyata apa yang dilihatnya adalah benar. Sebuah tempat yang begitu indah dan menyenangkan. Sayang, pada kesempatan itu para Bika Cepes bepergian kedunia lain, kecuali seorang gadis “Ai Ces” (gelar kepala suku orang Asmat) yang juga pimpinan para Bika Cepes lainnya. Gadis ini merupakan gadis tercantik di antara para Bika Cepes (gadis alam keramat) karena itu keluarnya pun tidak keluar dengan sekehendak hati, kecuali jika menemui anak buahnya.

Ketika “Sosok Beworpits” mendekat ternya gadis “Ai Ces” sudah mengetahui kehadirannya melalui bau keringatnya. Walaupun belum melihat manusia siapa yang datang ketempat itu. Dalam hati gadis itu bertanya, “sepanjang hidup kami, disini belum perna ada bau seperti ini” dalam sekejap itu juga pandangan gadis “Ai Ces” dapat melihat kehadiran seorang laki-laki. Gadis itu pun memberanikan diri untuk bertanya, “siapa namamu ?” namun “Sosok Beworpits” tidak menjawab atas pertanyaan tersebut, sebab ia merasa sebagai tamu yang seharusnyalah memperkenalkan diri terlebih dahulu. Akan tetapi lambat laun mereka menyadari lalu terjadila perkenalan diantara mereka. Di balik itu semua apa yang dikatakan gadis tersebut adalah bohong termasuk nama.

Siang bergati malam, waktu tidur pun telah tiba. Sebelum menuju ketempat tidur masing-masing kembali gadis itu bertanya kepada “Sosok Beworpits” tentang kedatangannya, “apakah benar engakau mencari si Kowor ?” demikian pertanyaan gadis “Ai Ces” itu, “ia, saya memang mencarinya, apakah engkau mengetahuinya ?” kembali ia bertanya kepada gadis tersebut. Dengan nada serius gadis itu mengatakan, “Kowor ada di rumah yang paling ujung, kalau engkau mau menemuinya besok pagi saja” kata gadis “Ai Ces” itu, “dan saya malam ini mau ke hutan, cari ulat sagu” tambah gadis itu untuk menyakinkan. Beworpits pun yakin dengan apa yang dikatakan gadis itu, walaupun sebenarnya apa yang dikatan adalah bohong belaka pada hal “si Kowor” ada dia. Hal ini di lakukan oleh gadis “Ai Ces” dengan maksuk untuk menguji kesabaran “Sosok Beworpits”.

Malam itu juga gadis “Ai Ces” memakai pakaian bangsa “Bika cepes” (gadis alam keramat) jika menemui para “Bika Cepes” lainnya di dunia lain. Namun kali ini bukan bermaksud demikian, tetapi semua yang dilakukan untuk mengelabui laki-laki itu. Sementara malam berganti siang, “Sosok Beworpits” belum menemukan rumah yang dimaksud. Akhirnya sampailah di ujung kampung. Di tengah-tengah panasnya matahari ia sampai tidak menyadari bahwa perjalannya berada pada tepian aliran sungan Unir. Ia merasa lelah dan haus, karena itu ia bermaksud mengambil air untuk diminum. Namum ketika ia akan mengambil art tersebut ia di kejutkan oleh suara aneh seperti suara manusia. Sosok Beworpits yang merasa heran dan takut berusaha mencari tahu asal suara itu dari mana.

“Sosok Beworpits” bersembunyi di balik pohon-pohon sagu, sambil mengamati tempat di sekitarnya. Dalam pandangannya kali ini tidak sia-sia, ternyata suara tersebut merupakan suara sekelompok “Bika Cepes” (gadis alam keramat) yang sedang mandi di sungai Unir. Mereka mandi dengan ceria, satu dengan yang lainnya saling mengganggu sehingga menimbulkan suara merdu apalagi adanya percikan air membuat suasana menyenangkan. Dalam pada itu juga hati “Sosok Beworpits” yang tadinya takut dan pebuh keheranan, kali ini menjadi senang dan penuh tanya siapakah mereka ? apalagi para “Bika Cepes” cantik-cantik membuatnya bertanya-tanya. Ketika ia berpinda ke pohon sagu lainnya untuk mengintip, ia melihat tumpukan pakaian mereka berupa sarung yang diletakan di atas tepen (tikar pandan). Seketika itu juga  “Sosok Beworpits” teringat akan janji gadis “Ai Ces” sehingga berpendapat jika dapat menyembunyikan pakaian mereka ia dapat menemukan “Kawor” yang dicarinya, lalu ia pun menyembunyikan salah satu sarung mereka dan kembali bersembunyi di balik pohon sagu seperti semula lagi.

Rupanya gelagat “Sosok Beworpits” sudah diketahui oleh para “Bika Cepes” (gadis alam keramat) lewat bau ketiaknya. Hal ini membuat kelompok “Bika Cepes” ketakutan, karena selama mereka tinggal di dusun rawa sagu tak seorang manusia pun yang mengusiknya lalu mereka pun buru-buru menggunakan sarungnya masing-masing. Dari sinilah diketahui bahwa satu di antara pakaian yang tidak ada, yaitu milik gadis “Kawor”. Gadis yang selama ini muncul dalam mimpinya dan selalu dicari-cari oleh “Sosok Beworpits”. “Kawor” adalah seorang “Ai Ces” (gelar kepala suku perempuan Asmat) dari “Bika Cepes” dusun rawa sagu. Dengan demikian juga dia memiliki kemampuan yang lebih dari para “Bika Cepes” lain, baik kemampuan berperang maupun kecerdasannya. Demikian halnya kecantikan gadis “Kawor” adalah yang tercantik di antara yang lain. Karena itulah apapun yang di katakannya adalah perintah yang harus di turuti oleh para “Bika Cepes” (gadis alam keramat) lainnya.

Hari semakin sore, matahari pun hampir terbenam. Demikian juga pakaiannya belum ditemukan. Akhirnya ia memerintahkan para “Bika Cepes” untuk kembali kedunianya. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh “Sosok Beworpits” untuk merayu gadis “Kawor” yang sendirian itu. Mula-mula gadis “Kawor” merasa malu, namun akhirnya dia pun bersimpati juga karena ia telah membawakan pakaian pengganti yang terbuat dari rerumputan. Lalu mereka pun menuju kekampungnya keluarga “Sosok Beworpits” dan bermalam di Jew (rumah adat Asmat). Pada malam itu juga semua penduduk di kampung mendengar tentang kehadiran gadis “Kawor” sang pimpinan “Bika Cepes” dari dusun rawa sagu; tempat dikeramatkan orang-orang kampung. Karena itulah “Sosok Beworpits” di anggap sebagai Jokmen (geng) yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Oleh karena itu orang-orang kampung mengangkatnya sebagai “Ces Cowot” (kepala suku laki-laki orang Asmat) dan bersama itu pula mereka mengawinkan gadis “Kawor” dengan “Sosok Beworpits”.

Setelah beberapa tahun berumah tangga, mereka di karuniai seorang anak bernama "Jiwithep". "Jiwithep" dalam masa kekanak-kanakan amatlah nakal. Suatu ketika "Jiwithep" minta dibuatkan busur oleh ibunya. Hal ini sangatlah susah baginya, karena itu ibunya bermaksud untuk mengambil busur milik suaminya yang berada di bawah tempat tidur suaminya sementara hal ini terjadi ” Sosok Beworpits” sebagai seorang ayah dan seorang suami tidak mengetahui, karena saat itu ia berada di Jew (rumah adat). Oleh karena itu langsung ketempat biasa suaminya menyimpan busur dimaksud. Ketika ibu “Kawor” akan mengambilnya, ia melihat sesuatu yang di bungkus dengan tepen (tikar pandan) lalu di ambilah bungkusan tersebut di buka ternyata isinya adalah sebuah sarung yang pernah di pakai ketika mandi bersama para “Bika Cepes” beberapa tahun yang lalu, ketika masih gadis.

Sambil menceritakan masa lalu tentang perkawinan, sampai lahirnya "Jiwithep" ibu “Kawor” menggunakan pakaian sarungnya kembali dan berpesan kepada anaknya agar "Jiwithep" bersama ayahnya dapat hidup rukun di tengah-tengah masyarakat Asmat, demikian pesan yang di wasiatkan agar di sampaikan kepada suaminya. "Jiwithep" yang merasa terharu akhirnya meneteskan air mata. Setelah berpesan demikian “Kawor” pun terbang dan hilang di antara awan-awan. Melihat ada sesuatu yang melintas di atas rumahnya “Sosok Beworpits” cepat-cepat datang menemui keluarganya, tetapi yang ada hanya "Jiwithep" saja. Menlihat anaknya yang sedang menangis, “Sosok Beworpits” bertanya tentang prihal apa yang menyebabkan dia menangis. Semua kejadian di ceritakan dengan baik membuat “Sosok Beworpits” merasa terpukul atas bepergian istrinya kedunia mereka.

West Papuan
Ayah dari dua anak, menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter