KURI DAN PASAI
(Versi Wandamen)
Pada zaman dahulu hiduplah dua orang raksasa bersaudara bernama Kuri dan Pasai. Mereka melakukan hal-hal yang aneh dan ajaib. Mereka berasal dari Inggorosa, sebuah gua karang dekat hulu sungai Wosimi. Ketika beranjak dewasa, Kuri menguasai daerah didekat sungai Wosimi sedangkan Pasai daerah Pasai Maniami, suatu tempat dekat Dusner.
Kuri adalah seorang raksasa yang suka berperang dan menipu. Dia akan menantang manusia biasa untuk berperang melawan orang-orang yang tinggal jauh dan para pengikutnya menerima tantangan itu.
Pada suatu hari ketika Kuri dan istrinya (manusia biasa) pergi kehutan untuk membuat kebun, mereka melakukan hubungan seks. Setelah itu seekor Kanguru betina datang dan menjilat sperma yang tertumpah di sehelai daun yang ada di tanah. Lalu Kanguru itu hamil dan akhirnya beranak seorang anak manusia. Pada saat yang sama pula istri Kuri melahirkan. Kanguru itu membawa anaknya kepada Kuri yang kemudian diberi nama Kiwasi. Jadi, Kuri mempunyai dua anak laki-laki, satu dari istri manusianya dan yang satunya lagi Kiwasi dari istri Kangurunya.
Jiwasi bertumbuh menjadi seorang prajurit perang yang baik. Namun, ia membunuh secara sembarangan, termasuk orang-orang dari kampungnya. Kuri tidak senang akan hal ini, maka ia memikirkan suatu cara untuk melenyapkan Kiwasi..Setelah selesai suatu serangan di Warasore (dekat Oransbari), ketika semua orang tidur, Kuri dengan diam-diam membangunkan setiap orang kecuali Kiwasi. Mereka meninggalkan makanan dan busurnya,dan dengan diam-diam mereka menarik perahu dan mendayung pulang. Ketika Kiwasi bangun, ia menemukan dirinya sendiri; ayahnya telah menipunya. Akhirnya, dia menemukan jalan untuk kembali ke daerah Wosimi dengan bantuan ibunya.
Ia ingin melawan Kuri dan dia mulai berteriak keras untuk menyampaikan tantangannya terhadap Kuri. Pasai juga mendengar ucapan sombong itu dan datang dari Maniami. Pasai tidak ingin Kiwasi berperang melawan Kuri dan meninggal, maka ia menyakinkan Kiwasi bahwa Pasai yang akan berhadapan dengan Kuri. Kiwasi dan teman-temannya berangkat kembali ke Warasore.
Pasai lalu membuat tifa dari kulit biawak yang dia mainkan dengan lilin lebah dan madu. Ketika ia memukul tifa, suaranya berbunyi ke seluruh penjuru daerah Teluk Wandamen. Kuri mendengar suara yang indah itu, lalu datang dan bertanya dengan apa Pasai membuat tifanya. Pasai berkata bahwa dia menggunakan kulit perut dari ibu mereka. Kuri meminta tifa itu dari Pasai, tetapi Pasai tidak mau. Lalu Kuri pergi untuk membuatnya sendiri.Kuri pergi kepada ibunya dan mengatakan bahwa ia perlu kulit perut ibunya untuk membuat tifa, tetapi ibunya tidak mau ia memotongnya.
Setelah membujuknya, akhirnya ibunya membiarkan Kuri mengulitinya. Ibunya berteriak keras karena kesakitan dan kemudian meninggal. Kuri lalu sadar bahwa Pasai telah membohonginya. Mereka dua mulai berperang. Mereka saling menikam dengan pisau, saling melukai dengan parang dan kapak, dan saling menusuk dengan tombak.mereka saling menembak dan melukai dengan bambu tajam.
Dekat Dusner, Kuri menikam menusuk Pasai dengan ujung kayu parmer (sebab itu ada banyak kayu parmer dekat Dusner). Pasai menikam Kuri dengan bambu tajam didaerah Wandamen dekat Wosimi (sebab itu banyak bambu di tempat itu).
Pada waktu itu sungai Wosimi mengalir Goni dan kampung-kampung Yeratuar di sebelah Timur pegunungan Wandivoi. Kuri dan Pasai berperang sangat hebat sehingga kaki mereka menendang batu-batu besar kedalam sungai dan membendungnya sehingga terjadi dua ombak besar. Kedua ombak besar itu mengalir turun dan merubah arah sungai Wosimi sehingga sekarang ini sungai itu mengalir ke laut di Teluk Wandamen. Kedua raksasa itu berperang sepanjang hari sampai matahari terbenam. Mereka berperang dari Wosimi sampai di Dusner.
Akhirnya Pasai meninggalkan daerah dekar Suviri itu (tempat keluar), dekat Dusner. Dia pergi ke sebelah Barat dan memperanakkan orang Barat. Orang-orang ini berkulit putih dan sangat pandai seperti dia. Sebelum pergi, dia berjanji akan kembali lagi ketempat asalnya dan membawa ilmu pengetahuan serta banyak barang bagus. Ketika raksasa Pasai meninggalkan tempat itu, dia menendang batu besar sehingga terbelah. Bekas kakinya tertinggal di batu itu dan masih ada sebagai bukti keberadaanya sampai sekarang. Ini masih bisa dilihat di Dusner.
Saudaranya Kuri tinggal ditempatnya di Inggoroas. Suatu hari Kuri memutuskan untuk menjelajahi daerah di luar Wandamen. Dia berkeliling ke sana kemari hingga bertemu beberapa lelaki yang sedang duduk makan sagu. Mereka menawarkan kepadanya untuk dimakan. Dia bertanya apa yang membuat sagu itu terasa enak, dan dia meminta lagi. mereka memberitahukan bahwa itu terasa enak, dan dia meminta lagi. Mereka memberitahukan bahwa itu dicampur dengan hati seorang teman mereka, yang sebenarnya adalah hati babi. Mereka ini telah mendengar tentang raksasa Kuri dan memutuskan untuk menipunya. Kuri mau makan sagu lagi, tetapi mereka katakan bahwa sagu telah dibagi-bagi dan habis. Oleh karena dia mau makan lagi, mereka menjelaskan bahwa teman mereka kecil sehingga dia hanya memberikan sebagian kecil dari hatinya untuk dicampur dengan sagu untuk setiap orang yang akan makan sampai kenyang.
Kuri setuju mereka bisa mengambil sedikit dari hatinya untuk membuat sagu yang enak. Ia bertanya bagaimana cara mereka mendapatkannya. Mereka mengatakan bahwa caranya mudah. Dia bisa membungkuk saja dan mereka akan mengambilnya. Oleh sebab itu, Kuri membungkuk dan mereka mulai memasukkan duri rotan perlahan-lahan melalui anusnya. Ketika mereka memasukkan duri rotan melalui anusnya, Kuri berteriak karena sakit yang dirasakannya di bagian dalam. Mereka menyakinkannya bahwa kesakitan itu hanya sekedar saja bagi seorang raksasa. Kesakitan itu tidak akan lama sampai mereka mendapatkan hatinya yang cukup untuk dicampur dengan sagu yang dia inginkan dan nanti dia akan pulih kembali.
Kata-kata ini hanyalah suatu tipuan belaka karena tiba-tiba mereka menarik duri rotan dan tertumpahlah ke tanah hati dan perutnya. Sebelum mati, Kuri mengutuk mereka yang telah menipunya dan bersumpah bahwa mereka akan tetap menjadi manusia kecil, mereka tidak akan kembali lagi menjadi manusia dengan ukuran normal. Sampai sekarang ini, mereka itu disebut orang kora-kora, postur mereka sangat kecil.
Kemudian orang kora-kora memotong jari-jarinya dan meletakkannya di dalam perahu mereka. Namun ketika hendak mendayung, perahu mereka tenggelam karena sangat besar.
Mereka kembali ke pantai dan menggantikan jari-jarinya dengan rambutnya. Akan tetapi, ketika mereka mendayung sampai kelaut, perahu mereka meninggalkan rambutnya dan pulang tanpa membawa apa-apa. Pada waktu mereka berangkat, mereka menyanggyikan lagu “Ama muno kurio saronggo sasoronggo”, yaitu tentang terbunuhnya Kuri. Ketika orang-orang kampung mendengar lagu kematian Kuri, mereka bertanya-tanya bagaimana orang-orang sekecil itu dapat berbuat hal yang besar tersebut. Mereka menuduh orang-orang itu, katanya mereka berbohong. Orang-orang kora-kora ini mengundang mereka untuk mendayung kembali dan melihat sendiri. memang Kuri telah mati.
Kuri adalah seorang raksasa yang suka berperang dan menipu. Dia akan menantang manusia biasa untuk berperang melawan orang-orang yang tinggal jauh dan para pengikutnya menerima tantangan itu.
Pada suatu hari ketika Kuri dan istrinya (manusia biasa) pergi kehutan untuk membuat kebun, mereka melakukan hubungan seks. Setelah itu seekor Kanguru betina datang dan menjilat sperma yang tertumpah di sehelai daun yang ada di tanah. Lalu Kanguru itu hamil dan akhirnya beranak seorang anak manusia. Pada saat yang sama pula istri Kuri melahirkan. Kanguru itu membawa anaknya kepada Kuri yang kemudian diberi nama Kiwasi. Jadi, Kuri mempunyai dua anak laki-laki, satu dari istri manusianya dan yang satunya lagi Kiwasi dari istri Kangurunya.
Jiwasi bertumbuh menjadi seorang prajurit perang yang baik. Namun, ia membunuh secara sembarangan, termasuk orang-orang dari kampungnya. Kuri tidak senang akan hal ini, maka ia memikirkan suatu cara untuk melenyapkan Kiwasi..Setelah selesai suatu serangan di Warasore (dekat Oransbari), ketika semua orang tidur, Kuri dengan diam-diam membangunkan setiap orang kecuali Kiwasi. Mereka meninggalkan makanan dan busurnya,dan dengan diam-diam mereka menarik perahu dan mendayung pulang. Ketika Kiwasi bangun, ia menemukan dirinya sendiri; ayahnya telah menipunya. Akhirnya, dia menemukan jalan untuk kembali ke daerah Wosimi dengan bantuan ibunya.
Ia ingin melawan Kuri dan dia mulai berteriak keras untuk menyampaikan tantangannya terhadap Kuri. Pasai juga mendengar ucapan sombong itu dan datang dari Maniami. Pasai tidak ingin Kiwasi berperang melawan Kuri dan meninggal, maka ia menyakinkan Kiwasi bahwa Pasai yang akan berhadapan dengan Kuri. Kiwasi dan teman-temannya berangkat kembali ke Warasore.
Pasai lalu membuat tifa dari kulit biawak yang dia mainkan dengan lilin lebah dan madu. Ketika ia memukul tifa, suaranya berbunyi ke seluruh penjuru daerah Teluk Wandamen. Kuri mendengar suara yang indah itu, lalu datang dan bertanya dengan apa Pasai membuat tifanya. Pasai berkata bahwa dia menggunakan kulit perut dari ibu mereka. Kuri meminta tifa itu dari Pasai, tetapi Pasai tidak mau. Lalu Kuri pergi untuk membuatnya sendiri.Kuri pergi kepada ibunya dan mengatakan bahwa ia perlu kulit perut ibunya untuk membuat tifa, tetapi ibunya tidak mau ia memotongnya.
Setelah membujuknya, akhirnya ibunya membiarkan Kuri mengulitinya. Ibunya berteriak keras karena kesakitan dan kemudian meninggal. Kuri lalu sadar bahwa Pasai telah membohonginya. Mereka dua mulai berperang. Mereka saling menikam dengan pisau, saling melukai dengan parang dan kapak, dan saling menusuk dengan tombak.mereka saling menembak dan melukai dengan bambu tajam.
Dekat Dusner, Kuri menikam menusuk Pasai dengan ujung kayu parmer (sebab itu ada banyak kayu parmer dekat Dusner). Pasai menikam Kuri dengan bambu tajam didaerah Wandamen dekat Wosimi (sebab itu banyak bambu di tempat itu).
Pada waktu itu sungai Wosimi mengalir Goni dan kampung-kampung Yeratuar di sebelah Timur pegunungan Wandivoi. Kuri dan Pasai berperang sangat hebat sehingga kaki mereka menendang batu-batu besar kedalam sungai dan membendungnya sehingga terjadi dua ombak besar. Kedua ombak besar itu mengalir turun dan merubah arah sungai Wosimi sehingga sekarang ini sungai itu mengalir ke laut di Teluk Wandamen. Kedua raksasa itu berperang sepanjang hari sampai matahari terbenam. Mereka berperang dari Wosimi sampai di Dusner.
Akhirnya Pasai meninggalkan daerah dekar Suviri itu (tempat keluar), dekat Dusner. Dia pergi ke sebelah Barat dan memperanakkan orang Barat. Orang-orang ini berkulit putih dan sangat pandai seperti dia. Sebelum pergi, dia berjanji akan kembali lagi ketempat asalnya dan membawa ilmu pengetahuan serta banyak barang bagus. Ketika raksasa Pasai meninggalkan tempat itu, dia menendang batu besar sehingga terbelah. Bekas kakinya tertinggal di batu itu dan masih ada sebagai bukti keberadaanya sampai sekarang. Ini masih bisa dilihat di Dusner.
Saudaranya Kuri tinggal ditempatnya di Inggoroas. Suatu hari Kuri memutuskan untuk menjelajahi daerah di luar Wandamen. Dia berkeliling ke sana kemari hingga bertemu beberapa lelaki yang sedang duduk makan sagu. Mereka menawarkan kepadanya untuk dimakan. Dia bertanya apa yang membuat sagu itu terasa enak, dan dia meminta lagi. mereka memberitahukan bahwa itu terasa enak, dan dia meminta lagi. Mereka memberitahukan bahwa itu dicampur dengan hati seorang teman mereka, yang sebenarnya adalah hati babi. Mereka ini telah mendengar tentang raksasa Kuri dan memutuskan untuk menipunya. Kuri mau makan sagu lagi, tetapi mereka katakan bahwa sagu telah dibagi-bagi dan habis. Oleh karena dia mau makan lagi, mereka menjelaskan bahwa teman mereka kecil sehingga dia hanya memberikan sebagian kecil dari hatinya untuk dicampur dengan sagu untuk setiap orang yang akan makan sampai kenyang.
Kuri setuju mereka bisa mengambil sedikit dari hatinya untuk membuat sagu yang enak. Ia bertanya bagaimana cara mereka mendapatkannya. Mereka mengatakan bahwa caranya mudah. Dia bisa membungkuk saja dan mereka akan mengambilnya. Oleh sebab itu, Kuri membungkuk dan mereka mulai memasukkan duri rotan perlahan-lahan melalui anusnya. Ketika mereka memasukkan duri rotan melalui anusnya, Kuri berteriak karena sakit yang dirasakannya di bagian dalam. Mereka menyakinkannya bahwa kesakitan itu hanya sekedar saja bagi seorang raksasa. Kesakitan itu tidak akan lama sampai mereka mendapatkan hatinya yang cukup untuk dicampur dengan sagu yang dia inginkan dan nanti dia akan pulih kembali.
Kata-kata ini hanyalah suatu tipuan belaka karena tiba-tiba mereka menarik duri rotan dan tertumpahlah ke tanah hati dan perutnya. Sebelum mati, Kuri mengutuk mereka yang telah menipunya dan bersumpah bahwa mereka akan tetap menjadi manusia kecil, mereka tidak akan kembali lagi menjadi manusia dengan ukuran normal. Sampai sekarang ini, mereka itu disebut orang kora-kora, postur mereka sangat kecil.
Kemudian orang kora-kora memotong jari-jarinya dan meletakkannya di dalam perahu mereka. Namun ketika hendak mendayung, perahu mereka tenggelam karena sangat besar.
Mereka kembali ke pantai dan menggantikan jari-jarinya dengan rambutnya. Akan tetapi, ketika mereka mendayung sampai kelaut, perahu mereka meninggalkan rambutnya dan pulang tanpa membawa apa-apa. Pada waktu mereka berangkat, mereka menyanggyikan lagu “Ama muno kurio saronggo sasoronggo”, yaitu tentang terbunuhnya Kuri. Ketika orang-orang kampung mendengar lagu kematian Kuri, mereka bertanya-tanya bagaimana orang-orang sekecil itu dapat berbuat hal yang besar tersebut. Mereka menuduh orang-orang itu, katanya mereka berbohong. Orang-orang kora-kora ini mengundang mereka untuk mendayung kembali dan melihat sendiri. memang Kuri telah mati.
Posting Komentar
Posting Komentar