Siriwadiomi - Cerita Rakyat Wandamen

SIRIWADIOMI

(Versi Wandamen)



Siriwadiomi dan ibunya Aiwine hidup menyendiri selama bertahun-tahun di tengah hutan belantara. Ayahnya yang bernama Ayai telah lama meninggal dunia semenjak Siriwadiomi masih dalam kandungan ibunya. Ayai meninggal dunia karena tidak mau melarikan diri dari perang terbesar yang terjadi antara suku Kuri dan suku Dusner.
Aiwinne tinggal di kampung Owa Kemaro di daerah Kecamatan Windesi, Kabupaten Manokwari. Aiwine dan Ayai adalah orang-orang yang saleh, oleh sebab itu mereka sama sekali tidak suka akan perang. Hidupnya diserahkan sepenuhnya kepada takdir. Orang-orang Dusner senang berpindah-pindah tempat tinggal, hal ini disebabkan karena perang suku atau persoalan mata pencaharian.
Setelah terjadi peperangan di kampung Dusner, penduduk sudah tidak mau tinggal di kampung Owa Kemaro. Mereka mengatakan bahwa kampung tersebut merupakan kampung berdarah. Hanya Awine yang tidak mau pindah karena sangat mencintai suaminya kendatipun suaminya telah meninggal dunia.
Selang beberapa hari setelah suaminya meninggal dunia, Aiwine melahirkan seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Siriwadiomi. Anak inilah satu-satunya hiburan baginya, karena itu didikanya dengan penuh kasih sayang. Tak pernah Aiwine berpisah dengan anaknya. Kemana pun Aiwine pergi, anaknya selalu dibawa.
Setelah cukup umur, Siriwadiomi diajar berkebun dan berburu. Ibunya tak lupa menceritakan tentang asal-usul mereka serta peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dan dialaminya di kampung. Siriwadiomi tergugah hatinya untuk menemui orang-orang lain yang hidup disekitar hutan belantara itu. siriwadiomi juga ingin sekali pergi mencari orang-orang tersebut tetapi ibunya tidak mengijinkannya dengan alasan tidak mengetahui dimana tempat tinggal orang-orang itu dengan pasti. Karena setiap hari Siriwadiomi selalu mendesak dan meminta agar ibunya dapat mengijinkannya pergi mengembara mencari orang-orang mungkin berkebun tidak jauh dari kampungnya, akhirnya permintaannya dikabulkan oleh ibunya. Aiwine segera menyiapkan bekal secukupnya untuk anaknya dalam perjalanan. Pengembaraan Siriwadiomi di hutan belantara itu kadang-kadang sampai lima hari sehingga ibunya merasa khawatir jangan-jangan Siriwadiomi mendapat kecelakaan di tengah jalan.
Selang beberapa waktu Siriwadiomi membujuk ibunya agar mau pindah dari tempat yang sepi itu, namun Aiwine belum bersedia untuk pindah apalagi belum tahu pasti di daerah mana mereka akan menetap. Selain itu sebetulnya ia tak rela meninggalkan makam suaminya yang selama ini ditungguinya.
Ternyata Aiwine pun masih memikirkan nasib anaknya sehingga sering tidak bisa makan dan tidur bahkan ia sering sakit. Apalagi Siriwadiomi menginginkan keturunan, sedangkan ia belum mendapat jodoh. Ibunya menyadari bahwa anaknya pun ingin segera berumah tangga serta memerlukan keturunan untuk mempertahankan marganya. Maka suatu hari Aiwine memanggil anaknya serta memberi nasehat : “Siriwadiomi, aku mengerti akan kebutuhan hidupmu, kau harus mempunyai teman hidup sebelum aku meninggal. Aku dan ayahmu yang mendirikan kampung ini. Ayahmu ketika itu menemukan aku di tempat dimana rumah ini didirikan. Untuk itulah rumah ini selalu menjadi peringatan bagi ayahmu. Bila kau ingin mendapatkan jodoh, jangan kau lupa pergi kekubur ayahmu dan mohon kepadanya agar kau mendapat jodoh yang baik. Ayahmu menemukan aku dengan cara seperti yang kukatakan padamu. Barangkali roh ayahmu akan dapat membuka jalan hidupmu sebab kau dan aku sudah cukup menderita”.

“Bagaimana ayah akan mengabulkan permintaanku, Ibu ? Ayahkan sudah meninggal bu?”
“Betul, nak ! tapi kau harus tahu bahwa yang menguasai alam ini akan menolongmu. Yakin dan percayalah, nak !.

Pada hari yang ketujuh setelah pergi ke kubur ayahnya, Siriwadiomi melihat dua orang wanita sedang bermain-main dengan asyiknya dalam air kolah dekat rumah mereka. Hatinya berdebar-debar. Ia sudah tak sabar lagi melihat dua wajah yang cantik itu seakan-akan kembar. Siriwadiomi terjun ke air hendak menangkap kedua perempuan tersebut tetapi tidak berhasil. Berkali-kali Siriwadiomi mencoba menangkap mereka tetapi ia tetap mengalami kegagalan. Akhirnya ia berlari-lari menemui ibunya serta menceritakan kejadian yang telah dialaminya. Aiwine gembira sekali mendengar berita yang disampaikan oleh anaknya. Ia menyarankan agar Siriwadiomi berpura-pura mati apabila tidak bisa menangkap kedua putri tersebut. Dengan rencananya yang baru ini Siriwadiomi segera kembali ke tempat kedua puteri itu bermain. Sampai di kolam tempat kedua putri tersebut bermain, Siriwadiomi merasa lelah badannya. Ia menyesal dan menangis karena kedua puteri tersebut sudah tidak ada. Tetapi Aiwine tetap mempunyai harapan usaha mereka akan habis. Ia kemudian mengajak Siriwadiomi pulang sambil menasihati agar tetap percaya bahwa permintaannya pasti akan dikabulkan.
Aiwine dan Siwadiomi tidak pulang ke rumah melainkan pergi ke kubur ayahnya untuk meminta kepadanya agar kejadian tersebut dapat berulang lagi. Setelah matahari terbenam mereka pulang. Semalaman Siriwadiomi tidak bisa tidur. Dalam pikirannya terus terbayang kedua putri dari kayangan itu.
Keesokan harinya Siriwadiomi pergi ke kolam. Ia menunggu kedua puteri itu dari pagi hingga petang tetapi mereka tidak kunjung datang. Hari-hari selanjutnya ia lakukan hal yang sama. akhirnya ia merasa bosan karena yang dinanti tidak pernah datang. Kedua putri itu tidak datang lagi untuk bermain-main di kolam.
Pada suatu ketika di saat Aiwine dan Siriwadiomi pulang dari kebun melewati jalan di pinggir kolam, tiba-tiba Siriwadiomi terjatuh dekat kolam. Sewaktu ia akan mencuci tangan, di kolam, tiba-tiba ia dikagetkan oleh bayangan kedua orang wanita yang berada di dalam kolam. Kedua bayangan dilihat di dalam air itu mirip dengan yang pernah dilihat pada hari-hari sebelumnya. Menyadari hal itu Siriwadiomi langsung terjun ke dalam air untuk menangkap kedua puteri itu tetapi ia belum berhasil. Kedua putri tersebut tidak bisa ditangkap. Setelah Siriwadiomi melihat ibunya datang, ia teringat pesan ibunya.
Siriwadiomi berpura-pura mati di tepi kolam. Melihat kejadian ini Aiwine menangis sejadi-jadinya sehingga menyayat hati bagi orang yang mendengarnya. Kedua perempuan yang bayangannya kelihatan dalam air tadi segera datang. Mereka turun dari atas pohon yang ada didekat kolam serta ikut menangis.
Aiwine dan kedua perempuan itu saling tangis-tangisan. Sambil ikut menangis kedua perempuan ini bersama-sama dengan Aiwine mengangkat Siriwadiomi ke rumahnya. Setelah sampai di rumah Siriwadiomi bangun secepatnya dan berhasil menangkap kedua putri tersebut. Mereka telah terjebak dan tertangkap. Mereka menyesal dan menangisi nasibnya karena mereka tidak dapat lagi kembali ke tempat asalnya.
Sebaliknya Aiwine dan Siriwadiomi bersuka ria karena apa yang dimpi-impikan selama ini benar-benar terjadi. Kemudian barulah diketahui bahwa kedua perempuan ini beradik kakak. yang tertua bernama Tanwapi sedangkan adiknya bernama Kasinami. Sejak saat itu mereka menjadi manusia dibumi. Kolam tersebut oleh Aiwine dinamakan Kambuawawi.
Konon diceritakan bahwa kolam tersebut sampai sekarang ini masih ada dan telah berubah menjadi kali yang dinamakan kali Putri. Tanwapi dan Kasinami kawin dengan Siriwadiomi dan kemudian menurunkan orang-orang yang sekarang tinggal di daerah Bintuni.
West Papuan
Ayah dari dua anak, menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter