Pomna Kii (Dongeng Jambu) - Cerita Rakyat Aifat

POMNA KII (DONGENG JAMBU)
(Versi Aitinyo)


Pada suatu hari seorang ibu membawa bibit keladi ke kebun untuk di tanam. Ia pergi melewati sebuah kali. Tiba-tiba dilihatnya sebuah jambu yang terapung di air. Ibu itu mengambil dan kemudian dimakannya. Ternyata buah jambu itu sungguh enak. Kemudian iapun terus berjalan hingga sampailah ia ke hulu sungai. Di hulu ia menemukan pohon jambu yang syarat buahnya. Diambilnya buah jambu yang terjatuh dan dimakannya. Ketika ia melihat ke atas pohon jambu, nampak dua orang anak lelaki sedang asyik berada di atas.

Ibu itu kemudian meminta jambu kepada mereka. Kemudian mereka memberikan jambu yang belum masak dan berulat. Namun ibu itu dengan sabar terus meminta jambu yang masak dan masih baik. Karena ibu itu terus menuntut jambu yang masih baik, kedua anal lelaki itupun menjadi marah. Akhirnya mereka memberikan jambu yang masak dan masih baik kepada ibu itu. Tetapi sebelum jambu itu diberikan kepada ibu itu, mereka telah menusukan jarum ke dalamnya. Saat jambu dimakan, maka jarum itupun menyangkut pada tenggorokannya, akhirnya ibu itu meninggal, dan berubah menjadi seekor Kasuari.

Melihat ibu itu menjelma menjadi seekor Kasuari, kedua anak lelaki itu segera turun dari atas pohon, dan kemudian memotong Kasuari jelmaan itu. Setelah memotong Kasuari tersebut, mereka berdua pergi meminta api pada seorang tete (paitua). Paitua itu kemudian bertanya kepada keduanya “Untuk apa kalian meminta api”, lalu keduanya menjawab “Untuk bakar-bakar”. Paitua itu dapat memberikan api jika ia diperbolehkan ikut. 

Mulanya keduanya tidak setuju dan terus memberikan alasan kepada paitua bahwa mereka hanya membakar tabuhan. Namun paitua tetap pada pendiriannya. Akhirnya keduanya menyetujui permintaan paitua itu, dan segera mereka berjalan menuju tempat dimana Kasuari itu berada. 

Setibanya di tempat tujuan dengan segera mereka memotong-motong daging Kasuari itu. Setelah itu paitua menyuruh kedua anak lelaki itu untuk membersihkan tali perut Kasuari tersebut di kali. Begitu keduanya pergi menuju ke kali, paitua memanfaatkan kesempatan untuk mengisi semua daging yang baik ke dalam bambunya, dan mengisikan kayu lapuk serta sedikit daging pada permukaan bambu kedua anak lelaki itu. Kemudian segera ia pergi meninggalkan tempat tersebur. Ketika keduanya tiba di tempat semula, tidak mereka lihat lagi paitua itu, dan lebih mengesalkan lagi ketika melihat isi bambu mereka. Dengan geram keduanya mengikuti jejak paitua itu hingga sampai di rumahnya. 

Tanpa basa-basi lagi keduanya lalu marah-marah. Namun paitua itu tidak menghiraukan mereka, ia terus asyik melanjutkan pekerjaannya membakar keladi. Setelah membalik keladi, paitua itu tidur sejenak. Kedua anak lelaki itu segera mencari akal untuk mendapatkan keladi yang sedang dibakar paitua. Kedua anak lelaki itu mengambil pasir dan membuat hujan buatan. Paitua mengira itu adalah hujan sungguhan, sehingga tidurnya menjadi semakin nyenyak. 

Di saat itulah keduanya menggunakan kesempatan untuk mengambil keladi dan lalu dimakan. Setelah itu mereka memasukkan batu ke dalam keladi yang lain dan dimasukan ke dalam api sebagai gantinya.

Ketika paitua itu bangun, dilihatnya keladi belum masak juga. Karena marah maka diambilnya kapak kemudian dibelahnya keladi itu, saat itu pula kapaknya menjadi rusak. Melihat kejadian tersebut kedua anak itu tertawa. Merasa ditertawakan, paitua menjadi marah dan mengejar kedua anak itu. Keduan berlari dan memanjat pohon yang tidak terlalu tinggi, kemudian memanjat pohon yang tinggi. Sampailah mereka pada kayu besi. Paitua terus saja mengejar dan menebang kayu yang dinaikinya. Ketika paitua menebang pohon kayu besi yang cukup kuat dan keras, maka keduanya segera melompat ke pohon pinang yang sangat tinggi. 

Ketika pohon pinang hampir rubuh ditebang oleh paitua, keduanya mengucapkan mantra yang berbunyi, “Pinoooo pino panoooo swowaaaaaa”. Setelah itu pohon pinang itupun menjadi kokoh kembali. Namun hal ini harus terus dilakukan karena mantra tersebut tidak dapat bertahan lama. Paitua akhirnya pulang untuk meminta bantuan kepada istrinya. Setibanya kembali mereka di pohon pinang yang dipanjat oleh kedua anak tersebut, dengan segera pula mereka memotong pohon pinang itu. 

Saat pohon pinang tersebut hampir rubuh, keduannya segera membaca mantara meminta bantuan kepada angin. “Fos-fos atu mo, fosmne, fos-fos takom nmo takom, fos-fos ako nmo ako”, yang artinya “Angin gunung ke gunung, angin lembah ke lembah, angin kolam ke kolam, dan angin goa ke gua”. Setelah selesai mengucapkan mantra itu maka angin membawa mereka masuk ke dalam gua. Kedua orang tua itu mengejar sampai di gua. Begitu kedua orang tua itu tiba di gua, kedua anak lelaki tersebut berhasil merampas kapak mereka dan membelah kedua kepala orang tua itu. Begitu kedua kepala orang tua itu terbelah, maka keluarlah air (mata air) dari dalam gua itu.

West Papuan
Ayah dari dua anak, menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter