Mainei dan Wisokatui - Cerita Rakyat Yapen Barat

MAINEI DAN WISOKATUI
(Yapen Barat)



Pada zaman dahulu di kampung Komomboi, hiduplah satu orang tua yang bernama Mainci. Mata pencahariannya sehari-hari adalah menangkap ikan pada sebuah teluk dengan sebuah pukat yang dinamainya Paramrai.
Konon menurut ceritera, pukat itu adalah pukat ajaib. Apabila ikan kena pukat, ikan dan pukatnya langsung diangkat dan dibakar pada bara api. Tetapi pukat itu tidak terbakar sedangkan ikannya masak seperti dipanggang.
Mainei telah berulang kali mengerjakan hal seperti itu. Di depan teluk itu ada sebuah pulau yang dinamai pulau Uar. Di pulau itu tinggallah seorang ibu yang bernama Kamantui bersama kedua anak gadisnya. Anak yang sulung bernama Impawei Werori dan adiknya Wisokatui. Kedua gadis itu rajin sekali menanam rumput Gosumi di sekeliling teluk tempat mereka tinggal. Rumput Gosumi adalah rumput laut yang banyak seratnya.
Pada suatu hari Kamantui menasehati kedua anaknya agar mereka harus berahati-hati terhadap Mainei. Tetapi kedua anak gadis itu tidak perduli dengan Manei dan membiarkannya dengan leluasa memukat ikan dekat pulau tempat mereka tinggal.
Pada suatu hari Manei pergi memukat ikan. Setiba di pantai dibuka penutup kepala dan menggantungkannya bersama pukatnya di sebatang kayu kering. Setelah digantungkannya lalu ia menatap sebentar ke arah pulau Uar. Dalam hati Mainei ia berniat mempersunting salah satu dari kedua gadis itu. Sementara pukat dan penutup kepala masih tergantung, Mainei pergi mengambil getah pohon Tawari. Getah tawari dimasukannya ke dalam buah lalu dibenamkannya di dasar laut.
Setelah beberapa hari kemudian buah yang dibenamkan itu terapung-apung mendekati kedua gadis itu yang sedang mandi-mandi. Impawai Werori mengambil buah itu tetapi direbut Wisokatui dan memeluknya erat-erat. Setelah itu mereka pulang ke rumah dan buah tadi dibawa oleh Wisokatui.
Beberapa bulan kemudian Wisokatui merasa gatal pada buah dadanya dan diperutnya telah kelihatan tanda-tanda kehamilan. Menurut dugaan Impawai bahwa buah yang mereka bawa dahulu itulah yang menyebabkan Wisokatui hamil. Impawai menyuruh Wisokatui segera membuang buah itu. Tetapi walaupun buah itu sudah dibuang, tiada berapa lama Wisokatui melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu mereka namai Rimboi yang artinya anak yang berasal dari buah kayu.
Sewaktu Rimboi lahir, sedikitpun ia tiada bersuara, tetapi sesudah dapat merangkak ia selalu menangis. Setiap menangis ia selalu seakan-akan menunjuk ke arah gunung Komomboi. Kamatui, nenek si Rimboi menganjurkan agar Rimboi dibawa saja ke gunung Komomboi sebab mungkin ada sesuatu yang membuat Rimboi menunjuk gunung itu. Anjuran Kamantui diterima oleh anaknya dan ketika fajar menyingsingImpawai bersama Wisokatui dan anaknya Rimboi berangkatlah menuju gunung Komomboi.
Dari pintu rumah, Kamantui menatap keberangkatan mereka. Setelah tidak kelihatan lagi masuklah ia ke dalam rumah. Dalam perjalanan tetap saja Rimboi menangis. Bermacam-macam permainan diberikan, namun tangisnya tidak juga reda.
Sebelum sampai di gunung Komomboi mereka mendangar berita bahwa Mainei sedang membuat pesta besar. Cepat-cepat mereka berjalan, sebab menurut dugaan Wisokatui mungkin di sana nanti Rimboi berhenti menangis. Setibanya di Komomboi, Impawai dan Wisokatui melihat para pemuda gagah yang sedang menyanyikan lagu pesta adat. Sambil menyanyi-nyanyi pemuda itu mengulurkan tangan kepada Rimboi dan berjabat tangan. Di barisan belakang kelihatan Mainei yang badannya penuh kurap dan kudis. Beberapa langkah lagi Mainei sudah sampai di depan Wisokatui. Tiba-tiba Rimboi berhenti menangis dan mengulurkan tangan kepada Mainei. Mainei pun menyambut uluran tangan Rimboi dan menggendongnya. Rimboi tidak merasa jijik terhadap Mainei.
Karena pesta adat telah selesai, bubarlah mereka semuanya dan pulanglah mereka ke tempat masing-masing. Wisokatui sangat susah, sebab Rimboi sudah tidak menangis lagi di pelukan Mainei.Jika Rimboi tidak menangis lagi berarti ayahnya adalah Mainei. Wisokatui bingung karena tubuh Mainei jelek dan berkudis. Tetapi demi anaknya Rimboi ia memaksakan dirinya untuk kawin dengan Mainei. Walaupun Wisokatui memaksakan dirinya untuk kawin dengan Mainei namun hatinya tetap susah. Kesusahan Wisokatui diketahui oleh Mainei, oleh sebab itu ia merencanakan untuk mengubah tubuhnya yang jelek menjadi gagah.
Pada suatu hari Mainei menyuruh Wisokatui untuk membakar kayu matoa kering dekat rumah mereka. Mainei memesan Wisokatui apabila api sudah menyala besar agar Rimboi dan Wisokatui masuk saja ke dalam rumah sampai api padam.
Setelah api menyala besar, pergilah Wisokatui bersama Rimboi ke dalam rumah dan Mainei pun terjunlah ke dalam api. Sesudah kira-kira satu jam, nyala api yang besar itu padamlah. Wisokatui bersama anaknya Rimboi keluar dari dalam rumah. Wisokatui sangat kaget karena tubuh Mainei yang tadinya penuh kurap dan kudis kini menjadi bersih dan tiada lagi bercacat. Mainei pun keluar dari abu-abu matoa lalu disambut oleh Wisokatui bersama anaknya . Karena gembiranya mereka, cepat-cepat dikirimnya berita kepada orang tua dan kakaknya Impawai yang telah lama pulang ke pulau Uar.
Demikianlah ceritera Mainei dan Wisokatui.
West Papuan
Ayah dari dua anak, menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter