Bofit - Cerita Rakyat Aitinyo

BOFIT
(Versi Aitinyo)


Dahulu kala di Kecamatan Aitinyo letaknya diantara tiga desa yaitu desa Tehak, Aeirik, dan desa Karsu ada satu kampung besar. Yang memimpin kampung tersebut adalah seorang kepala kampung. Kepala kampung mempunyai seorang istri dan enam orang putri yang cantik. Keenam putri kepala kampung itu hidupnya rukun tentram dan baik., serta mereka saling tolong-menolong baik di dalam keluarga, maupun dengan masyarakat disekitar kampung tersebut.

Pekerjaan sehari-hari keenam putri dari kepala kampung tersebut adalah mencari (molo) ikan atau udang. Suatu hari kakaknya berkata kepada kelima adiknya, “Tanona (saudaraku) amah ranu bora anu rere nit arofe, feto rere anu beta bino bteh ata aya, kbe rereto ayu mafit toni kbe aya msa ska”. Adikku, di rumah kita sudah tidak ada makanan untuk kita makan hari ini. Untuk itu lebih baik kita pergi molo (mencari) ikan dan udang di kali, sebab sekarang telah panas sekali jadi kemungkinan kali sudah kering’.

Setelah berkata demikian mereka berenam pergi dengan membawa noken (eyu) untuk mengisi udang sertaakar tuba (bore) yang digunakan untuk mematikan ikan dan udang. Keenam putri kepala kampung tersebut mencari ikan dan udang di suatu kali yang bernama Snau. Ketika mereka tiba di kali tersebut, mereka segera membuka cawat (pakaian yang terbuat dari kulit kayu) yang dikenakan dan mereka berenam mencari (molo) ikan dan udang. Tiba-tiba tidak jauh dari tempat tersebut, ada seorang pemuda yang bernama Bofit, yang ternyata telah sejak tadi mengikuti dan mengintip semua kegiatan mereka. Kemudian tanpa sepengetahuan mereka, diam-diam ia menyembunyikan salah satu cawat dari keenam putri anak kepala kampung tersebut. 

Setelah keenam putri kepala kampung tersebut merasa cukup dengan hasil tangkapan mereka, maka dengan segera merekapun naik ke darat dan segera mengenakan cawat atau pakaian. Ternyata putri yang ketiga menangis karena cawatnya hilang. Segera putri ketiga berkata kepada kelima saudaranya itu. “Tanona nma msia jou saso gitfiyan ajo to marak kbe rere jou tetamo amah fe msia anu beta ke gitfiyan ajo marak”. Kakak tolong carikan cawatku karena nanti aku tidak bisa pulang bersama-sama kalian. Kakanya yang tertua berkata kepada adiknya bahwa “Adikku kami harus segera pulang karena nanti bapak dan mama makan apa di rumah, lagian kami juga sudah lapar”. Setalah itu saudara-saudaranyapun pergi meninggalkannya sendiri di kali tersebut. Bofit yang tadi duduk mendengar percakapan dari keenam putri kepala kampung tersebut, segera menghampiri putri ketiga yang sedang menangis, dan bertanya. “Apa yang sedang kau tangisi?”

“Aku sedang mencari cawatku yang hilang” jawab putri itu. Kemudian Bofit berkata, “Kalau bersedia menjadi istriku maka akan aku bantu kamu mencari cawatmu yang hilang”. Kemudian tanpa ragu putri ketigapun menganggukkan kepala pertanda setuju. Setelah berpura-pura mencari, kemudian Bofit memberikan cawat itu kepadanya, betapa senang hati putri kepala kampung itu. Kemudian segeralah mereka bersama-sama pulang, dan sesuai perjanjian maka merekapun menjalani kehidupan berumah tangga. Perjalanan hidup berumah tangga mereka sangat bahagia, hingga mereka dikarunia seorang anak yang diberi nama Mitan.

West Papuan
Ayah dari dua anak, menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter