Cerita Rakyat - ASAL MULA SUNGAI AIFAT (Versi Aifat)

ASAL MULA SUNGAI AIFAT
(Versi Aifat)


Sejak dahulu kala, hiduplah dua orang gadis yang bernama Ruf U dan Ruf Te. Kakaknya bernama Ruf U dan adiknya bernama Ruf Te. Mereka mendiami daerah sekitar pegunungan Arfak. Kedua gadis itu hidup sendiri tanpa orang tua atau keluarganya. Mata pencaharian mereka sehari-hari adalah bertani dan berburu. Kedua gadis tersebut membuka lahan, kemudian menanam sagu, keladi, singkong, petatas, pisang dan juga memelihara anjing tujuh ekor.
Setiap hari mereka membawa anjing pergi berburu di hutan. Anjing-anjing itu menggigit babi, Kasuari, kuskus, rusa, ular, tikus tanah, kanguru pohon, kanguru tanah, dan Soa-soa. Binatang buruan itu mereka makan dengan hasil kebun tanpa sayur. Setiap hari makannya hanya itu saja, sehingga mereka merasa bosan.

Pada suatu hari Ruf U dan Ruf Te pergi mencari sayur genemo di hutan. Mereka mencari di lereng gunung bagian Utara. Tiba di hutan sayur yang pertama kali dipetik adalah sayur paku-paku (Mes). Sesudah itu, kaknya melihat satu pohon genemo. Ia letakan noken, lalu menebangnya hingga tumbang dan memetik daunnya. Ruf Te jalan mendahului menyeberang kali kecil melihat seekor burung mambruk terbang keluar dari mata air (Mos Mato). Burung itu terbang tidak jauh, dan hinggap di sebatang lati lekuk (Intape Tuka).

Ruf Te memanggil kakaknya, kakak lari bergegas menuju adiknya, lalu bertanya “Di mana burungnya” kemudian ia menjawab “Ada hinggap di tali itu.” Ruf U mengambil sepotong kayu, dan dilemparnya burung itu hingga jatuh dan mati. Adiknya gembira, kemudian mengisinya di dalam noken, dan merekapun pulang.

Tiba di rumah sayur yang terlebih dahulu dimasak adalah sayur paku-paku (Mes) dan genemo. Sedangkan burung mambruk dicabut bulunya dibersihkan tali perutnya,dan kemudian diasar di atas para-para. Setelah masak mereka makan lebih awal sebelum jam makan. Setelah makan adiknya tertidur lelap, sedangkan kakaknya duduk menganyam noken.

Kira-kira pukul 8.00 malam, terdengar bunyi gemuruh yang datang dari arah tempat mereka mencari sayur genemo dan membunuh burung mambruk. Bunyi gemuruh mengikuti jejak kedua gadis.

Bunyi gemuruh tersebut adalah Mos Ahmori (Dewa Mata Air). Lama-kelamaan bunyi gemuruh semakin dekat menuju rumah kediaman mereka. Ruf U membuka pintu untuk melihat bunyi gemuruh tersebut, tetapi yang datang bukanlah bunyi gemuruh yang sesungguhnya, melainkan Dewa Mata Air, yang menjelma menjadi ular naga. Ular naga tersebut berjalan terus menuju rumah mereka, karena mereka telah membunuh anaknya. Ternyata mambruk adalah anak sulung dari ular naga (Mos Ahmori).

Ketika Ruf U membuka pintu melihat ular naga tersebut, dengan segera ia membangunkan adiknya. Bekal yang dibawa kedua gadis saat melarikan diri yaitu sagu, keladi, sayur paku-paku dan sayur bambu (upah), serta dua buah pisau pusaka (kris). Malam itu juga mereka melarikan diri melalui pintu belakang dan menuju ke arah Selatan, sedangkan anjing mereka lari menuju ke arah Utara. Anjing-anjing itu sekarang berada di daerah Senopi.

Sepanjang perjalanan kedua gadis tersebut tidak sempat untuk bermalam. Di tengah perjalanan mereka menemui Dewa Sio (penunggu) yang mendiami daerah Hawiar Saud, Sedik. Dewa Sio menghadang kedua gadis itu dan bertanya “Mau kemana?” jawab mereka, “Kami dikejar ular naga dari pegunungan Arfak”. Dew Sio mengatakan kepada Ruf U dan Ruf Te, “Barang apa yang anda bawa, berikan kepada saya, agar bila ada yang mengejar, saya siap melawannya. Mereka mendengar perkataan Dewa Sio itu, kemudian memberikan sagu kepadanya.

Setelah memberikan sagu tersebut, mereka melanjutkan perjalanan ke arah Selatan. Ular naga tersebut terus mengejar kedua gadis itu. Tibalah kini ia di pegunungan Hawiar, kemudian penunggu pegunungan Hawiar menanyainya. “Kawan hendak kemana.” Kemudian ular naga itupun menjawab “Saya sedang mengikuti kedua gadis yang telah membunuh anak saya.” Setelah mendengar hal tersebut kemudian Dewa Sio menjadi marah kepada ular naga itu, dan terjadilah suatu perkelahian yang dahsyat. Dalam perkelahian itu Dewa Sio kalah dan mati. Darah Dewa Sio mengalir menjadi sungai Aisamon, sedangkan sagu-sagu yang diberikan kepada kepadanya tumbu di Paiyu.

Kedua gadis tetap meneruskan perjalanan ke arah Selatan, Namun mendapatkan tantangan yang lebih berat dibandingkan dengan yang pertama. Mereka dihadang oleh Dewa Inmate. Inmate bertanya kepada Ruf U dan Ruf Te “Hendak kemana.” Mereka menjawab “Kami dikejar oleh ular naga.” “Baiklah saat ini tinggalkan apa yang kalian bawa untuk saya., agar saya siap menghadang jika ada yang mengejar kalian dari belakang. Mendengar hal tersebut, lalu kedua gadis itu memberikan keladi untuknya. Kemudian merekapun tetap meneruskan perjalanan, sedangkan ular naga masih tetap mengikuti jejak mereka.

Di tengah perjalan ular naga di hadang oleh Dewa Inmate. Inmate bertanya, “Mau kemana.” Ahmoripun menjawab “Saya sedang mengikuti kedua gadis yang telah membunuh anak saya.” Mendengar hal itu kemudian Inmate menantangnya untuk berkelahi. Dalam perkelahian tersebut, ular naga berhasil mengalahkan Inmate. Kemudian darah yang mengalir dari tubuh Inmate berubah menjadi sungai Aifat. Aifat artinya berbatu-batu dan arus deras. Sedang keladi yang diberikan kepadanya, sekarang tumbuh dipinggir sungai Aifat.

Dewa Ahmori atau ular naga, tetap menelusuri jejak kedua gadis tesebut. Sementara ditengah perjalan Ruf U dan Ruf Te mendapat tantangan yang lebih berat lagi bila dibandingkan dengan yang pertama dan kedua. Dewa yang menghadang mereka kali ni adalah Dewa Ati. Kemudian Dewa Ati melontarkan pertanyaan keada mereka, “Hendak kemana kalian.” Ruf U dan Ruf Te memberikan jawaban yang sama, “Bahwa mereka dikejar oleh ular naga.” “Baiklah kalau begitu, sekarang tinggalkan apa yang kalian bawa untuk saya.” Namun ketika itu bekal yang mereka bawa telah habis terbagi, dan tinggalah sayur paku dan sayur bambu yang dapat mereka berikan sebagai upah. Setelah itu merekapun segera melanjutkan perjalanan kembali.

Tidak lama kemudian, ular naga itupun tiba. Kemudian Dewa Ati menghadangnya, kemudian bertanya “Mau kemana?” Kemudian ular naga itu menjawab, “Aku sedang mengikuti kedua gadis yang telah membunuh anak saya.” Mendegar jawaban tersebut, dewa Ati langsung marah dan terjadilah perkelahian yang amat dahsyat. Dalam perkelahian tersebut ular naga itu berhasil kembali mengalahkan musuh-musuhnya. Darah Dewa Ati yang mengalir dari dalam tubuhnya berubah menjadi sungai Ainen.

Ruf U dan Ruf Te meneruskan perjalanan ke Selatan, tetapi mereka berjalan merlewati lembah, bukit, gunung dan gua. Perjalanan mereka penuh batu-batu, dan juga jurang. Dalam perjalan, kedua gadis ini memakan waktu yang cukup lama, dan tidak mengenal istirahat. Perjalan mereka dihadang oleh Dewa Aimo. Dewa Aimo bertanya “Mau kepama?” Mereka memberiak jawaban yang sama, seperti para dewa sebelumnya.

Kemudian Dewa Aimo berkata kepada kedua gadis itu “Bahwa apa yang anda bawa serahkan kepada saya, agar jika ada yang datang mengejar kalian, saya siap menghadang. Kedua gadis itupun menjawa, “Bekal yang kami bawa telah habis terbagi, karena sepanjang perjalanan dihadang oleh para Dewa-dewa, dan hanya tinggal satu buah keladi saja.” Akhirnya merekapun memberikan kepada Dewa Aimo. Begitu Ular Naga tiba tempat itu, Dewa Aimo menghadang dan bertanya, “Mau kemana?” Ular Nagapun memberikan jawaban yang sama, yaitu sedang mengikuti kedua gadis yang telah membunuh anaknya. Untuk kali ini Ular Naga menjadi marah, karena sepanjang jalan ia selalu dihadang oleh para Dewa. Kemudian iapun berkelahi dengan Dewa Aimo, namun dan dalam perkelahian tersebut ular naga menang kembali, sedangkan Dewa Aimo kalah dan mati.

Darah Dewa Aimo yang mengalir dari tubuhnya berubah menjadi sungai Aimo, sedangkan satu buah keladi yang diberikan kedua gadis kepadanya sekarang tumbuh dipinggiran sungai Aimo.

Ruf U dan Ruf Te melanjutkan perjalanan, namun mendapat tantangan yang lebih dhsyat dibanding dengan tantangan-tantangan yang sebelumnya. Mereka dihadang oleh Dewa Nabi di pegunungan Nabi di Teluk Bintuni. Dewa Nabi menghadang mereka dan bertanya, “Mau kemana?” Mereka menjawab bahwa mereka sedang dikejar oleh seekor ular naga dari pegunungan Arfak. Nabi ini mengatakan hal yang sama seperti dewa-dewa sebelumnya, kemudian mereka menjawab, “Harta benda yang kami bawa, telah terbagi dalam perjalanan, sebab Dewa-dewa itu meminta yang sama seperti Dewa Nabi. Kami telah habis membagi, hanya tinggal dua buah pisau pusaka saja yang ada pada kami untuk menjaga diri.” Namun Dewa itu terus mendesak kedua gadis itu. Akhirnya dua buah pisau pusaka tersebut diberikan kepada Dewa Nabi, yang mendiami Gunung Nabi di teluk Bintuni.

Ruf U dan Ruf Te meneruskan perjalanan menuju daerah Kokas. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari ular naga., karena pisau pusaka yang mereka miliki telah diberikan kepada Dewa Nabi di teluk Bintuni. Ular Naga tiba di teluk Bintuni, dan Dewa Nabipun menghadangnya. Kemudian Dewa Nabi bertanya kepada Ular Naga. “Mau kemana?” Ular Naga itupun menjawab, “Saya mengikuti adik kakak yang telah membunuh anak saya” Dewa Nabi mendengar hal itu lalu marah dan membunuh Ular Naga (Dewa Ahmori) dengan pisau pusaka yang diberikan oleh kedua gadis itu. Darah Ular Naga mengalir ke laut.

Dewa Ahmori atau Ular Naga yang kuat tersebut telah dapat mengalahkan para Dewa selama perjalanan, namun ia kini harus kalah dan mati ditangan Dewa Nabi. Kemudian ruh Dewa Naga tersebut marah sehingga menimbulkan banjir dari hilir sungai bergabung dengan darah Dewa-dewa yang telah terbunuh menjadi satu di sungai besar yang diberi nama Aifat. Sungai yang terbesar di kecamatan Aifat, kabupaten Sorong.


West Papuan
Ayah dari dua anak, menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan teknologi

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter